loading...Kisah perjalanan hidup Syekh Abdul Qadir Jilani saat berdakwah diceritakan dalam manaqibnya. Foto/Ist Syekh Abdul Qadir Al-Jilani 471 H/1078 M-561 H/1167 M sosok wali besar yang memiliki karomah luar biasa. Beliau memiliki kisah ajaib pernah diludahi Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam. Kisah karomah Syekh Abdul Qadir Jilani ini diceritakan oleh Rais Syuriah PWNU Jawa Tengah yang juga pendiri STAI An-Nawawi Purworejo, KH Achmad Chalwani Nawawi. Berikut kisahnya yang ditayangkan oleh Channel Youtube NU Online sebagaimana dilansir dari Abdul Qadir itu orang Arab lahir di Persia, Iran. Kampungnya namanya Jilan. Provinsinya Thus, satu daerah dengan Imam Al-Ghozali. Pesantrennya di Baghdad. Setelah selesai di pesantren, beliau tidak pulang ke Iran, tetapi bermukim di Baghdad. Pagi-pagi jam delapan beliau duduk di rumah, ribuan manusia datang. Ada satu permintaan 'Yaa Abdal Qadir Haddisinnas liyantafi’u bi ilmik orang sebanyak ini ajarkanlah ilmumu. Supaya dapat kemanfaatan dari ilmumu.' Syekh Abdul Qadir menjawab, 'Saya belum berani mengajarkan ilmu-ilmu saya sebelum mendapat perintah langsung Nabi.' Pagi menjawab seperti itu, menjelang Zuhur, Nabi datang. Bukan lewat mimpi tetapi datang langsung, syakhsia jasadiyah. Orang apabila mencapai maqam-nya bisa seperti itu. Nabi memerintah seperti usulnya orang banyak tadi. 'Yaa Abdal Qadir haddisinnas liyantafi’u bi ilmik orang sebanyak ini ajarkanlah ilmumu. Supaya dapat kemanfaatan dari ilmumu.’ Nabi memerintah seperti itu, Syekh Abdul Qadir mengatakan "Ya Rasul, kaifa ukhadisu fusshokha al baghdada faiinni rajulun a’jamiyun Rasul, bagaimana saya mengajari orang-orang Baghdad, mereka alim-alim dan fasih sementara saya orang asing.' Rasul berkata, 'Ya Abdal Qadir, iftakh faka! Abdul Qodir bukalah mulutmu!’ Ia membuka mulutnya dan diludahi Nabi sebanyak tujuh kali. Setelah itu Nabi pergi dan waktu masuk Zuhur. Setelah sholat Zuhur, ribuan orang datang. 'Ya Abdal Qadir, segeralah kamu ajari ilmu pada sekian orang banyak!’ Syekh Abdul Qadir sudah duduk hendak mengajarkan ilmunya, tetapi lidahnya terkunci. Sulit untuk bicara."Beliau duduk terus. Tiba-tiba ada orang datang belakangan, seorang laki-laki sendirian. Dipandang terus siapa itu yang datang belakangan? Ternyata Sayyidina Ali yang datang. Sayyidina Ali memerintahnya seperti perintah Nabi, 'Yaa Abdal Qodir haddisinnas liyantafi’u bi ilmik orang sebanyak ini ajarkanlah ilmumu. Supaya dapat kemanfaatan dari ilmumu.' Syekh Abdul Qadir menjawab, 'Ya Sayyidi Ali, fami mughollaq wahai Sayyidina Ali mulutku terkunci tidak bisa untuk bicara.' Sayyidiina Ali berkata, 'Iftakh faka! Buka mulutmu!’ Beliau membuka mulut lalu diludahi Sayyidina Ali enam Abdul Qadir bertanya "Sayyidina Ali kok meludahinya tidak seperti Nabi? Nabi meludahi tujuh kali, sampeyan kok enam kali?" Sayyidina Ali berkata, 'Ya Abdal Qadir adaban ma'a Rasulillah. Abdul Qadir, saya menjaga tata krama dengan Nabi. Nabi meludahi tujuh kali masak saya meludahi tujuh kali? Orang yang salah paham nanti mengira saya menyamai Nabi. Saya khawatir ada anggapan seperti itu. Makanya saya meludahi enam kali.’"Inilah etika dan ketinggian adab. Oleh karena itu para santri, para murid jangan punya niat menyamai guru. Walaupun praktiknya sama, jangan niat menyamai, niatlah mencontoh! Nanti barokahnya hilang," kata KH Achmad Chalwani. Dalam manaqib dijelaskan وَيَصْدُرُ عَنْ صَدْرِهِ عُلُوْمٌ اِلَهِيَةٌ وَحِكْمَهٌ رَبَانِيَةٌSetelah Sayyidina Ali pergi, Syekh Abdul Qadir mengajar dengan lancar. Ribuan ilmu keluar dari hatinya. Orang yang datang mengular hingga tujuh kilometer atau lebih dari puluhan ribu pada saat itu. Orang yang duduk di paling belakang bisa mendengarkan langsung suara Syekh Abdur Qodir sama kerasnya seperti yang duduk di depan padahal belum ada pengeras suara. Dalam manaqib juga dijelaskan وَلَمْ يَكُنْ هُنَاكَ مكَبِّرٌ صَوْتٍ"Di sana belum ada pengeras suara." Itulah karomah Syekh Abdul Qodir Jilani. Baca Juga rhsSyekhMaulana Ishak dengan putri Pasa (istri pertama) a. Sayyid Abdul Qodir/ Abdul Jalil (Syekh Siti Jenar) - murid Sunan Ampel b. Siti Sarah >< Sunan Kalijaga dengan Dewi Sekardadu a. Raden Paku 2. Syekh Ibrahim Asmarakandi dengan Dewi Condro Wulan (saudari Dewi Mathaningrum atau Putri Campa, istri Prabu Brawijaya) a. Raja Pendita >< Maduretno
Advertisements Sebuah kisah Inspiratif pada zaman Syekh Abdul Qadir seseorang yang memiliki niat jahat hendak menfitnah Syekh Abdul Qadir..Kemudian ia berusaha mencari cara untuk ia melubangi dinding rumah Syekh Abdul Qadir untuk sat itu, ia melihat Syekh Abdul Qadir lagi makan bersama muridnya..Syekh Abdul Qadir suka makan ayam..Dan tiap kali ia makan ayam dan makanan yang lain, ia hanya memakan lagi ia berikan kepada itu tampaknya menjadi celah yang dapat dijadikan bahan fitnah oleh orang busuk orang tersebut mendatangi bapak si bapak orang tua dari si fulan perumpamaan nama saja?Sang bapak bapak apa benar belajar dengan Syekh Abdul Qadir?Sang bapak pun kembali membenarkannyaBapak tahu, anak bapak diperlakukan oleh Syekh Abdul Qadir Jailani seperti seorang hamba sahaya dan kucing Abdul Qadir selalu memberikan makan sisa pada anak bapak kemudian mendatangi rumah Syekh Abdul Qadir..Wahai tuan syekh, saya menitipkan anak saya kepada tuan syekh bukan untuk jadi pembantu atau dilakukan seperti antar kepada tuan syekh, supaya ia menjadi alim ulama’.Syekh Abdul Qadir hanya jawab ringkas begitu ambillah si bapak tadi mengambil anaknya untuk saat keluar dari rumah syekh dan hendak pulang, bapak tersebut kemudian menanyakan anaknya sejumlah hal tentang ilmu hukum seluruh permasalahannya dijawab dengan benar oleh sang bapak tadi berubah tidak jadi membawanya pulang dan mengembalikan sang anak kepada tuan Syekh Abdul Qadir..Wahai tuan syekh, terimalah anak saya untuk belajar dengan tuan kembali…Tuan didiklah anak saya!Ternyata anak saya bukan seorang pembantu dan juga diperlakukan seperti kucing…Saya melihat ilmu anak saya begitu luar biasa ketika bersamamu..Maka jawab tuan Syekh Abdul Qadir..Bukannya aku tak mau menerimanya kembali..Tetapi Allah sudah menutup pintu hatinya untuk menerima ilmu..Allah sudah menutup futuhnya untuk mendapat ilmu..Karena ayahnya tak memiliki adab kepada guru..Maka anak lah yang menjadi korbanDari kisah itu, kita bisa mendapatkan pelajaran tentang adab dalam menuntut anak dan orang tua atau siapa pun itu, harus menjaga adab kepada pentingnya adab pada kehidupan sehari-hari cerita tersebut, seorang ayah yang tak beradab kepada guru saja bisa membuat anaknya menjadi andaikata si anak sendiri yang tak memiliki adab? Apalagi sampai memaki dan mengaibkan gurunya..Ingatlah pesan dari para ulama Satu perasangka buruk saja kepada gurumu, maka Allah haramkan seluruh keberkatan yang ada pada gurumu Allah selalu menjaga akhlak dan adab kita terhadap sesame, apalagi terhadap guru yang mengajarkan ilmu kepada kita… Aamiin!Silakan dishare, semoga manfaat.
HizibSyekh Abdul Qadir Jaelani Melimpahkan Rezeki dan Kesuksesan – Nama ulama besar ISLAM, Syekh Abdul Qadir Jaelani tentu tidak asing lagi di telinga kita. Seorang tokoh Islam yang sangat terkenal, khususnya kalangan Nahdlatul Ulama. Beliau dikenal sebagai Sulthaanul Auliya’ yang sangat berperan dalam memperjuangkan agama Islam. syaikh abdul qodir 18/10/2020 Adzkar Abu Abbas Ahmad al-Rifa’i menuturkan sebuah cerita besar soal karomah Syekh Abdul Qadir al-jailani yang berjuluk Ghaitsul A’dham itu. Saat salah satu khadim Santri Abdi dalem Syekh meninggal dunia, peristiwa itu sangat memukul perasaan hati istrinya dan memilukan jiwanya. Datanglah istrinya sang Santri ini menghadap Syekh. Dengan sedikit agak memaksa, dia memohon-mohon agar suaminya hidup kembali. Tak tega melihat perempuan ini begitu sengsara dengan kepergian suaminya, akhirnya, Syekh meng-ia-kan permintaannya. Mulailah Syekh bermeditasi. Di dunia bathin yang hanya Syekh yang tahu, Syekh masih melihat bagaimana Malaikat pencabut nyawa, dengan segenggam kantong berisi ruh manusia yang ia ambil di hari itu, terbang menaiki lapis demi lapis langit, terjadilah aksi kejar kejaran antara Syekh dengan malaikat Pencabut nyawa. Dengan karomah yang diberikan Allah akhirnya Syekh berhasil mengejar Malaikat Pencabut nyawa. “Berhenti, berhentilah malaikat Maut, berikan ruh Santriku kepadaku” agak sedikit membentak Syekh menghadang malaikat maut. “Saya mencabut nyawa atas perintah Allah, bagaimana mungkin ruh ini saya serahkan kepadamu” timpal malaikat maut. Berikan kepadaku ! tidak…! Berikan ! tidak !. Terjadilah saling rebut kantong berisikan semua ruh yang diambil malaikat maut. Maka dengan kekuatan yang diberikan Allah kepada Syekh, akhirnya Syekh mampu merebut kantong tersebut. Namun kantong itu sudah tak utuh sobek di semua sisinya. Dan ruh yang ada di dalamnya berhamburan keluar kembali ke dunia mencari jasadnya sendiri termasuk ruh Santri Syekh kembali ke jasadnya semua. Akhirnya semua orang yang meninggal dunia di hari itu menemukan kehidupannya kembali termasuk Santri Syekh. Malaikat Maut mencoba bermunajat kepada Allah mengadukan apa yang telah terjadi. يا رب انت اعلم بما جرى بيني وبين محبوبك ووليك عبد القادر Ya allah, Engkau maha tahu terhadap apa yang telah terjadi antara aku dan kekasihmu walimu Abdu Qadir. Dengan kekuatan kewaliannya, dia telah merebut semua arwah yang aku ambil pada hari ini. Wahai malaikat maut, kenapa tidak kau serahkan ruh Santri Kekasihku. Gara-gara hanya satu ruh semua ruh kembali ke jasadnya. Kata Allah kepada Malaikat Maut. Menyesallah Malaikat Maut dengan kejadian ini. Tentu semua ini bukanlah berkat kesaktian Syekh Abdul Qadir namun semua ini terjadi atas izin dari Allah terhadap Sang Kekasih tercinta. Karena Cinta sejati akan mampu menciptakan sesuatu yang luar biasa. Tidak ada batas dan penghalang antara Sang pecinta dengan yang dicintai. Disadur dari Buku Tafrih al-Khatir, karya Syekh Muhammad Shadiq al-Qadiri al-Syihabi al-Sa’di, 16. Check Also Fikih Hewan 1 Ciri Hewan yang Haram Dimakan Soal halal-haram begitu sentral dan krusial dalam pandangan kaum muslimin. Halal-haram merupakan batas antara yang … Tradisi Membaca Manaqib, Adakah Anjurannya ? Salah satu amaliyah Nahdhiyyah yang gencar dibid’ahkan, bahkan disyirikkan adalah manaqiban. Tak sekedar memiliki aspek …Abdul Qadir Jaelani atau Abd al-Qadir al-Gilani adalah seorang ulamafiqih yang sangat dihormati oleh Sunni dan dianggap wali dalam dunia tarekat dan sufisme. Ia lahir pada hari Rabu tanggal 1 Ramadan di 470 H, 1077 M selatan Laut Kaspia yang sekarang menjadi Provinsi Mazandaran di Iran. Ia wafat pada hari Sabtu malam, setelah magrib, pada tanggal 9 Rabiul akhir di daerah Babul Azajwafat di Baghdad pada 561 H/1166 M. Beliau adalah orang Abdul Qodir dianggap wali dan diadakan di penghormatan besar oleh kaum Muslim dari anak benua antara pengikut di Pakistan dan India, ia juga dikenal sebagai Ghaus-e-Azam. Kisah SYEH Abdul Qadir Jailani dengan Iblis Suatu hari Shaikh Abdul Qadir al Jaelani dan beberapa murid-muridnya sedang dalam perjalanan di padang pasir dengan telanjang kaki. Saat itu bulan Ramadhan dan padang pasirnya panas. Beliau mengatakan, "Aku sangat haus dan luar biasa lelahnya. Murid-muridku berjalan di depanku. Tiba-tiba awan muncul di atas kami, seperti sebuah payung yang melindungi kami dari panasnya matahari. Di depan kami muncul mata air yang memancar dan sebuah pohon kurma yang sarat dengan buah yang masak. Akhirnya datanglah sinar berbentuk bulat, lebih terang dari matahari dan berdiri berlawanan dengan arah matahari. Dia berkata, "Wahai para murid Abdul Qadir, aku adalah Tuhan kalian. Makan dan minumlah karena telah aku halalkan bagi kalian apa yang aku haramkan bagi orang lain!" Murid-muridku yang berada di depanku berlari ke arah mata air itu untuk meminumnya, dan ke arah pohon kurma untuk dimakannya. Aku berteriak kepada mereka untuk berhenti, dan aku putar kepalaku ke arah suara itu dan berteriak, "Aku berlindung kepada Allah dari godaan syaitan yang terkutuk!" "Awan, sinar, mata air dan pohon kurma semuanya hilang. Iblis berdiri dihadapan kami dalam rupanya yang paling buruk. Dia bertanya, "Bagaimana kamu tahu bahwa itu aku?" Aku katakan pada Iblis yang terkutuk yang telah dikeluarkan Allah dari rahmatNya bahwa firman Allah bukan dalam bentuk suara yang dapat didengar oleh telinga ataupun datang dari luar. Lebih lagi aku tahu bahwa hukum Allah tetap dan ditujukan kepada semua. Allah tidak akan mengubahnya ataupun membuat yang haram menjadi halal bagi siapa yang dikasihiNya. Mendengar ini, Iblis berusaha menggodanya lagi dengan memujinya, "Wahai Abdul Qadir," katanya, "Aku telah membodohi tujuh puluh nabi dengan tipuan ini. Pengetahuanmu begitu luar dan kebijakanmu lebih besar daripada nabi-nabi itu!" Kemudian menunjuk kepada murid-muridku dia melanjutkan, "Hanya sekian banyak orang-orang bodoh saja yang menjadi pengikutmu? Seluruh dunia harusnya mengikutimu, karena kamu sebaik seorang nabi." Aku mengatakan, "Aku berlindung darimu kepada Tuhanku yang Maha Mendengar dan Maha Mengetahui. Karena bukanlah pengetahuanku ataupun kebijakanku yang menyelematkan aku darimu, tetapi hanya dengan rahmat dari Tuhanku." Saat jadi Gelandangan Syekh Abdul Qodir Al Jaelani pernah mengalami musim paceklik di Baghdad. Saat itu ulama yang menganut madzhab Imam Ahmad ini sampai memakan sisa-sisa makanan di tempat sampah. Dalam keadaan yang sangat lapar beliau keluar untuk mencari makanan. Namun setiap sampai ke tempat sampah, selalu ada orang lain yang mendahuluinya. Jika Syekh Abdul Qodir Jaelani melihat orang-orang fakir berebut di tempat sampah, maka beliau memilih meninggalkan tempat itu. Dan hal itu terus berlaku saat menemui tempat pembuangan, dan Syekh Abdul Qodir Jaelani akhirnya tidak memperoleh makanan. Beliau akhirnya berjalan hingga sampai di Masjid Yasin di Baghdad, karena sudah tidak mempu lagi melanjutkan perjalanan karena lapar, dan memilih duduk di dekat masjid tersebut. Disaat yang sama datanglah seorang pemuda ke masjid dengan membawa roti, dia duduk dan mulai makan. Karena rasa lapar yang menusuk, setiap pemuda itu mengambil suapan maka Syekh Abdul Qodir Jaelani ingin membuka mulut, meski beliau terus berusaha menahannya. Akhirnya pemuda itu pun menoleh ke arah Syekh Abdul Qodir Jaelani seraya mengatakan,”Bismillah ya Syech”, dengan maksud ingin memberi suapan kepada Syekh Abdul Qodir Jailani. Syekh Abdul Qodir Jaelani menolak, namun pemuda itu terus-menerus memaksa, hingga akhirnya Syekh Abdul Qodir Jaelani memakan sedikit dari apa yang diberikan. Setelah itu si pemuda pun bertanya,”Siapa engkau, apa pekerjaanmu, dari mana engkau?” Syekh Abdul Qodir Jaelani pun menjawab,”Saya pencari ilmu dari negeri Jilan”. Si pemuda pun membalas,”Saya juga dari Jilan. Apakah engkau mengenal seorang pemuda dari Jilan yang namanya Abdul Qadir cucu dari Abu Abdullah As Shuma’i yang ahli zuhud?” Syeikh Abdul Qadir pun menjawab,”Itu adalah saya”. Mendengar jawaban itu si pemuda pun terperangah, ”Demi Allah saya sampai di Bagdad dengan sisa-sisa uang yang saya memiliki dan saya telah mencari-cari dimana keberadaanmu namun tidak ada seorang pun yang bisa memberikan petunjuk. Sampai akhirnya uang saya habis hingga 3 hari saya tidak makan. Dengan terpaksa saya menggunakan uang yang dititipkan untukmu untuk membeli roti ini. Makanlah sesungguhnya ia milikmu.” Syekh Abdul Qadir Jailani pun bertanya, apa yang sebenarnya terjadi. Pemuda itu pun menjelaskan bahwa ibu Syekh Abdul Qodir Jaelani telah menitipkan kepadanya 9 dinar untuk disampaikan kepada Syekh Abdul Qodir Jaelani. Dan uang itu pun sudah berkurang untuk dibelikan roti. Syekh Abdul Qodir Jaelani pun merelakannya dan memberikan kepada pemuda itu sisa roti serta sebagian dinar. Dzail Thabaqat Al Hanabilah, 1/298 Meski menolak untuk meminta-minta, Syekh Abdul Qodir Jaelani tetap memperoleh rezeki bahkan di saat yang sama beliau malah memberikan sedekah kepada orang lain. Percakapan Dengan Malaikat Maut Dalam ceramah di akhir bulan Rajab 546 H di Madrasah, Syekh Abdul Qadir Jailani menuturkan Imam Junaid Al-Baghdadi rahimahullah sering kali mengatakan “Apa yang dapat kuperbuat terhadap diriku? Aku ini hanya seorang hamba dan milik Majikanku.” Dia telah menyerahkan dirinya kepada Allah, tidak memiliki pilihan lain selain terhadap-Nya dan tidak mengusik-Nya. Junaid telah rela dengan apa pun yang ditakdirkan kepadanya. Hatinya telah menjadi baik dan nafsunya telah tenang. Dia telah mengamalkan firman Allah Azza wa Jalla, “Sesungguhnya pelindungku adalah Allah yang telah menurunkan Al-Kitab Al-Quran dan Dia melindungi orang-orang yang saleh.” QS Al-Araf 196 Pada suatu malam, aku mengingat kematian, dan aku menangis dari awal malam hingga waktu sahur tiba. Aku berdoa, “Ya Tuhanku, aku mohon kepadamu agar malaikat mautt tidak mencabut nyawaku, tapi Engkau sendiri yang mencabutnya. ” Kemudian, aku tertidur, lalu aku bermimpi melihat seorang tua yang mengagumkan dan menawan. Dia kemudian masuk dari arah pintu, dan aku bertanya kepadanya “Siapakah engkau?” Lalu, dia menjawab, “Aku malaikat maut.” Aku katakan kepadanya, “Aku telah meminta kepada Allah agar Dia sendiri yang mencabut nyawaku, bukan engkau yang akan mencabutnya.” Malaikat itu balik bertanya, “Lalu mengapa engkau meminta hal itu? Apa dosaku? Aku hanyalah hamba yang mengikuti perintah. Aku diperintahkan bersikap lemah lembut terhadap suatu kaum dan bersikap kasar kepada kaum yang lainnya.” Kemudian, dia memelukku dan menangis, maka aku pun menangis bersamanya. Ahmad bin Hanbal rahimahullah berkata “Betapa banyak hati yang terbakar oleh kecintaan kepada dunia, padahal di dadanya ada Al-Quran. Sementara, banyak orang saleh yang selalu bangun malam mendirikan shalat malam, beramar makruf nahi munkar. Tangan mereka itu terbelenggu oleh sikap wara’ sehingga meninggalkan dunia, dan keinginan mereka mencari Tuhan mereka begitu kuat. Maka, infakkan harta kalian kepada mereka itu. Sebab, di kemudian hari mereka itu akan mendapatkan kekuasaan di sisi Allah Azza wa Jalla.” WAFATNYA BELIAU Selain mewarisi banyak karya tulisan, Syekh Abdul Qadir meninggalkan beberapa buah nasehat menjelang kewafatannya. Akhir hayat Syekh didahului dengan kondisi kesehatannya yang terus menurun. Kala itu putra-putranya menghampiri dan mengajukan sejumlah pertanyaan. ”Berilah aku wasiat, wahai ayahku. Apa yang harus aku kerjakan sepergian ayah nanti?” tanya putra sulungnya, Abdul Wahab. ”Engkau harus senantiasa bertaqwa kepada Allah. Jangan takut kepada siapapun, kecuali Allah. Setiap kebutuhan mintalah kepada-Nya. Jangan berpegang selain kepada tali-Nya. Carilah segalanya dari Allah,” jawab sang ayah. ”Aku diumpamakan seperti batang yang tanpa kulit,” sambung Syekh Abdul Qadir. ”Menjauhlah kalian dari sisiku sebab yang bersamamu itu hanyalah tubuh lahiriah saja, sementara selain kalian, aku bersama dengan batinku.” Putra lainnya, Abdul Azis, bertanya tentang keadaannya. ”Jangan bertanya tentang apapun dan siapapun kepadaku. Aku sedang kembali dalam ilmu Allah,” sahut Syekh Abdul Qadir. Ketika ditanya Abdul Jabar, putranya yang lain, ”Apakah yang dapat ayahanda rasakan dari tubuh ayahanda?” Syekh Abdul Qadir menjawab, ”Seluruh anggota tubuhku terasa sakit kecuali hatiku. Bagaimana ia dapat sakit, sedang ia benar-benar bersama dengan Allah.” ”Mintalah tolong kepada Tuhan yang tiada tuhan yang wajib disembah kecuali Dia. Dialah Dzat yang hidup, tidak akan mati, tidak pernah takut karena kehilangannya.” Kematian pun segera menghampiri Syekh Abdul Qadir. Syekh Abdul Qadir al-Jainlani menghembuskan nafas terakhir di Baghdad, Sabtu bakda maghrib, 9 Rabiul Akhir 561 H atau 15 Januari 1166 M, pada usia 89 tahun. Dunia berduka atas kepulangannya, tapi generasi penerus hingga sekarang tetap setia melanjutkan ajaran dan perjuangannya. “Yang juga perlu dicontoh adalah sifat Syekh Abdul Qodir Jaelani yang selalu mengutamakan orang lain, sehingga Allah Swt pun mencukupi rezekinya.” Baca juga Dialog Iblis dengan Rosulalloh SAW Wallohua'lam Bisshowab
Singkatnya Abdul Qadir Jaelani meminta ijin kepada ibunya untuk menuntut ilmu agama ke Bagdad. Mendengar niat anaknya, ibunya pun merasa senang dan mengijinkannya untuk menimba ilmu agama kepada ulama-ulama besar di Bagdad. Ibunya pun berpesan pada anaknya, "wahai Abdul Qadir, ibu meminta kepada kamu untuk berlaku jujur dalam tindakan
Ilustrasi foto Syekh Abdul Qodir Al Jailani. Foto istimewa - Suatu hari Abdul Qadir yang masih belia meminta izin ibundanya untuk pergi ke kota Bagdad. Bocah ini ingin sekali mengunjungi rumah orang-orang saleh di sana dan menimba ilmu sebanyak-banyaknya dari mereka. Sang ibunda merestui. Diberikanlah kepada Abdul Qadir empat puluh dinar sebagai bekal perjalanan. Agar aman, uang disimpan di sebuah saku yang sengaja dibuat di posisi bawah ketiak. Sang ibunda tak lupa berpesan kepada Abdul Qadir untuk senantiasa berkata benar dalam setiap keadaan. Ia perhatikan betul pesan tersebut, lalu ia keluar dengan mengucapkan salam terakhir. “Pergilah, aku sudah menitipkan keselamatanmu pada Allah agar kamu memperoleh pemeliharaan-Nya,” pinta ibunda Abdul Qadir. Bocah pemberani itu pun pergi bersama rombongan kafilah unta yang juga sedang menuju ke kota Bagdad. Ketika melintasi suatu tempat bernama Hamdan, tiba-tiba enam puluh orang pengendara kuda menghampiri lalu merampas seluruh harta rombongan kafilah. Yang unik, tak satu pun dari perampok itu menghampiri Abdul Qadir. Hingga akhirnya salah seorang dari mereka mencoba bertanya kepadanya, “Hai orang fakir, apa yang kamu bawa?” “Aku membawa empat puluh dinar,” jawab Abdul Qadir polos. “Di mana kamu meletakkannya?” “Aku letakkan di saku yang terjahit rapat di bawah ketiakku.” Perampok itu tak percaya dan mengira Abdul Qadir sedang meledeknya. Ia meninggalkan bocah laki-laki itu. Selang beberapa saat, datang lagi salah satu anggota mereka yang melontarkan pertanyaan yang sama. Abdul Qadir kembali menjawab dengan apa adanya. Lagi-lagi, perkataan jujurnya tak mendapat respon serius dan si perampok ngelonyor pergi begitu saja. Pemimpin gerombolan perampok tersebut heran ketika dua anak buahnya menceritakan jawaban Abdul Qadir. “Panggil Abdul Qadir ke sini!” Perintahnya. “Apa yang kamu bawa?” Tanya kepala perampok itu. “Empat puluh dinar.” “Di mana empat puluh dinar itu sekarang?” “Ada di saku yang terjahit rapat di bawah ketiakku. ” Benar. Setelah kepala perampok memerintah para anak buah menggeledah ketiak Abdul Qadir, ditemukanlah uang sebanyak empat puluh dinar. Sikap Abdul Qadir itu membuat para perampok geleng-geleng kepala. Seandainya ia berbohong, para perampok tak akan tahu apalagi penampilan Abdul Qadir saat itu amat sederhana layaknya orang miskin. “Apa yang mendorongmu mengaku dengan sebenarnya?” “Ibuku memerintahkan untuk berkata benar. Aku tak berani durhaka kepadanya,” jawab Abdul Qadir. Pemimpin perampok itu menangis, seperti sedang dihantam rasa penyesalan yang mendalam. “Engkau tidak berani ingkar terhadap janji ibumu, sedangkan aku sudah bertahun-tahun mengingkari janji Tuhanku.” Dedengkot perampok itu pun menyatakan tobat di hadapan Abdul Qadir, bocah kecil yang kelak namanya harum di mata dunia sebagai Sulthanul Auliya’ Syekh Abdul Qadir al-Jailani. Drama pertobatan ini lantas diikuti para anak buah si pemimpin perampok secara massal. Kisah ini diceritakan dalam kitab Irsyadul Ibad karya Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz al-Malibari, yang mengutip cerita dari al-Yafi’i, dari Abu Abdillah Muhammad bin Muqatil, dari Syekh abdul Qadir al-Jailani. [ Source NU Online ArxBf. 55 494 27 310 37 299 87 198 394